TUGAS PEREKONOMIAN INDONESIA
Nama Kelompok : NPM
:
Ezra
Kathy Mareta Ria 23214707
Griesnandiaz Intan P 24214616
Indri Yani Utami 25214327
Kelas 1EB32
UNIVERSITAS GUNADARMA
ATA
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kepada Tuhan
yang maha esa oleh karena anugerahnya kami
dapat menyelesaikan makalah ini selain
sebagai tugas, makalah ini juga bertujuan untuk memberi informasi tentang Perdagangan Internasional.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak
kesalahan, Oleh karena itu kami terlebih dahulu
meminta maaf terhadap segala kekurangan dalam penulisan makalah ini,
sehingga kritik dan saran sangat
membantu untuk membangun agar dalam penulisan ini mampu menjadi lebih baik lagi.
Bekasi,
21 Mei 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perdagangan internasional
merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia.
Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin dan tercipta
suatu hubungan ekonomi yang saling mempengaruhi suatu negara dengan negara lain
serta lalu lintas barang dan jasa akan membentuk perdagangan antar bangsa.
Perdagangan internasional merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat suatu negara. Terjadinya perekonomian dalam negeri dan
luar negari akan menciptakan suatu hubungan yang saling mempengaruhi antara
satu negara dengan negara lainnya, salah satunya adalah berupa pertukaran
barang dan jasa antarnegara. Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai
transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi
negara yang lain. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang
terdiri dari warga negara biasa, perusahaan swasta dan perusahaan negara maupun
pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan. Secara umum perdagangan
internasional dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekspor dan impor. Ekspor adalah
penjualan barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara ke negara lainnya.
Sementara impor adalah arus kebalikan dari ekspor, yaitu barang dan jasa dari
luar suatu negara yang mengalir masuk ke negara tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
tingkat daya saing Indonesia terhadap perdagangan Internasional ?
2. Apa peranan
Indonesia terhadap AFTA, ACFTA, MEA ?
3. Apa saja tujuan
dan dampak AFTA, ACFTA, MEA ?
1.3 Tujuan Makalah
1. Untuk Mengetahui Peranan Pemerintah Indonesia terhadap
Perdagangan Internasional
2. Menjelaskan dampak dan tujuan dari AFTA, ACFTA, MEA
3. Mengetahui apa saja bentuk Perdagangan Internasional di Indonesia
BAB II
ISI
1. BONUS
DEMOGRAFI
Demografi
adalah bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi
penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang
dialaminya. Indonesia akan mengalami bonus demografi ini dikarenakan proses
transisi demografi yang berkembang sejak beberapa tahun yang lalu yang
dipercepat dengan keberhasilan program KB menurunkan tingkat fertilitas dan
meningkatnya kualitas kesehatan serta suksesnya program-program pembangunan
lainnya.
Indonesia
diprediksi akan mendapat bonus demografi di tahun 2020-2030, dimana penduduk
dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia
lanjut belum banyak.
Akan
tetapi usia produktif ini apabila tidak berkualitas malah akan menjadi beban
negara, oleh karena itu Pemerintah harus meningkatkan wajib belajar 12 tahun,
lakukan pembinaan pola asuh & tumbuh kembang anak melalui posyandu dan
PAUD, peningkatan usaha ekonomi keluarga, intinya peningkatan segala bidang
agar SDM kita mampu bersaing di dunia International,
Jumlah
usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan mencapai 70 persen,
sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15
tahun dan diatas 65 tahun). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif
mencapai sekitar 180 juta, sementara non-produktif hanya 60 juta.
Bonus
demografi ini tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Salah satunya adalah
menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif
yang menanggung penduduk non-produktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat
rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk produktif.
Hal
ini sejalan dengan laporan PBB, yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan
negara Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun
sampai 2020.
Tentu
saja ini merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan
menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi
ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.
Dalam
hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of development dengan
cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan,
kemampuan komunikasi, serta penguasaan teknologi. Solusi lainnya bisa dengan
memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak
hanya bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan
lapangan pekerjaan itu sendiri. Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga
ketersediaan lapangan pekerjaan, menjaga aset-aset Negara agar tidak banyak
dikuasai pihak asing yang pastinya akan merugikan dari sisi peluang kerja.
Bukan
hanya Pemerintah, masyarakat juga harus menjadi pendukung utama pembangunan
mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan
aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri.
Kesimpulan
yang bisa ditarik adalah bonus demografi ibarat pedang bermata dua. Satu sisi
adalah berkah jika berhasil memanfaatkannya. Satu sisi yang lain adalah bencana
seandainya kualitas SDM tidak dipersiapkan.
Indonesia,
sebagai sebuah bangsa yang kuat harus mempunyai perencanaan, termasuk membangun
sumber daya manusia berkualitas yang akan menjadi daya saing sebuah bangsa.
Sejatinya, perubahan tidak bisa dilakukan dalam sekejap, maka dari itu
pembenahan kualitas manusia harus dimulai dari dipersiapkan dengan kebijakan
yang fokus di bidang kesehatan, pendidikan dan
ketenagakerjaan. Kontribusi penduduk berusia produktif ini telah
terlihat dari peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang stabil.
Fenomena ini terlihat juga di beberapa negara yang jumlah penduduknya turut
meningkat dan kondisi ekonominya sama seperti Brazil, Rusia dan India.
Bahkan
di sejumlah negara lain, bonus demografi telah berkontribusi menumbuhkan
ekonomi. Sedangkan Thailand, Tiongkok, Taiwan dan Korea bonus demografi di sana
berkontribusi dengan pertumbuhan ekonomi antara 10-15 persen.
Bonus
demografi ini dapat dimanfaatkan secara baik oleh Pemerintah baik di pusat
maupun di daerah. Manfaat bisa dilakukan dengan adanya kesiapan kebijakan
seperti memperkuat investasi di bidang kesehatan, pendidikan maupun
ketenagakerjaan. Bonus demografi tidak otomatis menguntungkan kita, harus ada
syarat yang harus diperjuangkan.
Misalnya
dalam bidang pendidikan, agar wajib belajar terus diperpanjang menjadi 12
tahun. Lalu, jumlah drop out (DO) pelajar yang keluarganya berpenghasilan rendah
harus dikurangi dan kurikulum juga harus direvisi. Kurikulum Sekolah Dasar (SD)
betul-betul diubah supaya dari kecil diajarkan cara berpikir yang lebih
kreatif.
Dari
sisi kesehatan, juga harus dimulai nutrisi 1000 hari pertama sejak kelahiran.
Dalam jangka waktu tersebut masa-masa untuk perkembangan otak. Sedangkan dari
sisi ketenagakerjaan, bila perlu Pemerintah harus terus menggenjot industri
padat karya, pertanian, industri kreatif serta industri mikro, kecil dan
menengah.
Pembangunan
dilakukan pada saat manusia menjadi pelaku utama dari pembangunan itu sendiri
yang diukur dari kualitas sumber daya manusia (human resource development).
Oleh karena itu, pembangunan manusia harus menjadi prioritas dalam pembangunan.
Pentingnya proyeksi penduduk sebagai prasyarat untuk merumuskan perencanaan
pembangunan di masa depan secara lebih efektif dan efisien.
Angka
ketergantungan penduduk (dependency ratio) cenderung lebih rendah.
Suplai tenaga kerja yang stabil diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar
kerja. Kondisi ini sangat menguntungkan, masyarakat akan memperoleh pendapatan
yang lebih tinggi dengan dana tabungan yang lebih banyak.
Bonus
demografi sangat erat kaitannya dengan perubahan komposisi penduduk menurut
umur. Bonus demografi adalah kesempatan sekaligus tantangan yang harus
ditanggapi dan diantisipasi.
Saat
bonus demografi, angka ketergantungan penduduk menjadi lebih rendah. Jika
masyarakat paska usia produktif 65 tahun ke atas dapat melakukan upaya menabung
lebih banyak, maka tidak akan menjadi beban negara. Namun bila kondisi
sebaliknya, maka akan menjadi beban negara.
Persoalan
kependudukan memiliki dampak pada lingkungan. Kualitas SDM sangat menentukan
tingkat kesadaran perilaku manusia dalam mengelola lingkungan. Jumlah penduduk
yang besar dan tidak diikuti kualitas kesadaran lingkungan yang baik, akan
mengakibatkan terjadinya degradasi kerusakan lingkungan. Saat ini Indonesia
begitu agresif mendorong pertumbuhan ekonomi, namun secara tidak sadar merusak
lingkungan.
Yang
terpenting ke depan adalah peningkatan kualitas SDM karena angka Human
Development Index (HDI) Indonesia saat ini menempati urutan ke-111 dari 182
negara. Di ASEAN, Indonesia berada di urutan keenam dari sepuluh negara.
Di
masa depan, bangsa Indonesia harus siap mengelola potensi dan sumber daya
angkatan kerja yang terus meningkat. Tingkat pertumbuhan tenaga kerja Indonesia
sangat tinggi. Bangsa Indonesia mengalami bonus demografi hingga 2035
mendatang.
Saat
itu, jumlah generasi muda jauh lebih banyak daripada generasi tua. Jadi,
Indonesia harus melakukan persiapan membangun potensi dan sumber daya manusia
(SDM). Indonesia juga harus mampu menghadapi persaingan antar tenaga kerja dari
berbagai negara, apalagi dengan potensi bonus demografi yang sedang dialami.
Bonus
demografi ini harus disyukuri, karena negara lain di Eropa dan Amerika tidak
mengalaminya. Sebagian besar warga Eropa dan Amerika Serikat, mayoritas adalah
generasi tua, jumlah anak-anak atau generasi muda mereka relatif sedikit.
Pemerintah
harus kritis melihat perlunya menanggapi bonus demografi yang dialami
Indonesia. Tanpa persiapan yang matang, maka bonus demografi bisa menjadi beban
tambahan.
Dengan
bonus demografi ini, jumlah penduduk usia produktif mencapai 2/3 dari total
jumlah penduduk. Lapangan kerja yang dibutuhkan pun makin banyak. Kalau
lapangan kerja tidak diakomodasi, maka bisa menciptakan banyak pengangguran.
Agar
pengangguran tidak lantas membengkak, maka kompetensi sumber daya manusia harus
ditingkatkan. Salah satunya melalui pendidikan yang baik. Populasi terbesar
merupakan golongan anak muda dengan tingkat konsumsi tinggi. Dengan demikian,
konsumsi domestik akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar enam hingga tujuh
persen.
Sumber
daya manusia (SDM) Indonesia saat ini harus diberdayakan untuk menghadapi
berkah bonus demografi pada 2020-2030. Diharapkan tingginya jumlah penduduk
usia produktif akan mampu mempercepat peningkatan produksi negara.
Bonus
demografi akan menjadi modal besar bagi NKRI apabila kualitas sumber daya
manusianya tinggi sehingga memiliki daya saing di era pasar bebas saat itu.
Selain itu, bonus demografi itu juga akan mampu mempercepat peningkatan
produksi negara yang sekaligus mampu melepaskan diri dari keterjebakan sindrome
negara berkembang.
Pemerintah
harus mampu memanfaatkan bonus demografi yang terjadi di Indonesia. Usia
produktif harus didorong untuk terus meningkatkan produktivitas. Bonus
demografi harus diisi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan netto dari bonus demografi.
Namun
berkah ini bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak dipersiapkan
kedatangannya. Masalah yang paling nyata adalah ketersediaan lapangan
pekerjaan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah Pemerintah mampu menyediakan
lapangan pekerjaan untuk menampung 70% penduduk usia kerja di tahun 2020-2030?
Kalau
pun lapangan pekerjaan tersedia, mampukah sumber daya manusia yang melimpah ini
bersaing di dunia kerja dan pasar internasional?
Berkaca
dari fakta yang ada sekarang, indeks pembangunan manusia atau human development
index (HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara di dunia, Indonesia berada
di urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan enam
dari 10 negara ASEAN. Posisi ini masih di bawah Filipina, Thailand, Malaysia,
Brunei dan Singapura. Tingkat HDI ini terbukti dari tidak kompetitifnya.pekerja
Indonesia di dunia kerja baik di dalam ataupun luar negeri. Paling banter,
pekerja Indonesia di luar negeri adalah menjadi pembantu. Ujung-ujungnya
disiksa dan direndahkan. Untuk tingkat dalam negeri sekali pun, pekerja
indonesia masih kalah dengan pekerja asing. Hal ini ditandai dari banyaknya
peluang kerja dan posisi strategis yang masih ditempati tenaga kerja asing.
Permasalah
pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya bisa diselesaikan dari
sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang. Jangan sampai hal yang menjadi
berkah justru membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang
mendasar: kualitas manusia!
Kenyataannya
pembangunan kependudukan seolah terlupakan dan tidak dijadikan underlined
factor. Padahal pengembangan sumber daya manusia yang merupakan investasi
jangka panjang yang menjadi senjata utama kemajuan suatu bangsa.
·
Solusi
Yang Harus Disiapkan
Untuk
memanfaatkan bonus demografi maka anak-anak harus dibentuk kualitasnya sejak
sekarang. Pada tahun 2025 nanti anak-anak sudah dewasa dan termasuk dalam usia
produktif. Untuk itu, mulai saat ini, generasi muda harus mempersiapkan diri
agar mampu bersaing meraih kesempatan kerja, dan bersaing dengan negara-negara
lain di seluruh dunia. Artinya mulai sekarang, anak-anak harus meningkatkan
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual secara
optimal.
Indonesia
tengah mengalami bonus demografi yang ditandai dengan banyaknya penduduk usia
muda dan produktif. Bonus demografi itu harus segera dioptimalkan dengan
investasi lebih besar pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
Menurut
proyeksi penduduk tahun 2035 berbasis sensus 2010 diketahui masa maksimum bonus
demografi ini terjadi pada 2028, 2029, 2030 dan 2031. Selama itu, prosentase
penduduk usia muda dan produktif mencapai 46.7 persen. Melihat dari proyeksi
ini, Indonesia memiliki peluang hingga 2030, jadi selama 16 tahun mendatang,
Indonesia harus investasi habis-habisan di SDM.
Investasi
SDM itu memang butuh dana besar namun lebih cepat return-nya. Misalnya saja,
Indonesia berpotensi menaikan GDP sekitar 1 persen dengan growth ekonomi
mencapai 7 persen. Skenario MP3I pada 2025 pertumbuhannya 7 persen. Ini
artinya, sangat mungkin pertumbuhannya diatas 7 persen, yakni 10 persen bila
investasi dilakukan.
Ada
beberapa syarat agar bonus demografi bisa tercapai. Pertama, yakni suplai
tenaga kerja produktif yang besar harus diimbangi dengan lapangan pekerjaan
sehingga pendapatan perkapita naik dan bisa menabung yang akan meningkatkan
tabungan nasional.
Kedua,
tabungan rumah tangga diinvestasikan untuk kegiatan produktif. Ketiga, jumlah
anak sedikit memungkinkan perempuan memasuki pasar kerja, membantu peningkatan
pendapatan.
Keempat, anggaran yang sebelumnya dipakai untuk anak usia 0-15 tahun karena jumlah berkurang, bisa dialihkan untuk peningkatan sumber daya manusia untuk usia 15 tahun ke atas seperti untuk traning, pendidikan, dan upaya pemeliharaan kesehatan remaja terutama kesehatan reproduksi dan penanggulangan perilaku tidak sehat seperti alkohol, narkoba, rokok dan seks bebas.
Keempat, anggaran yang sebelumnya dipakai untuk anak usia 0-15 tahun karena jumlah berkurang, bisa dialihkan untuk peningkatan sumber daya manusia untuk usia 15 tahun ke atas seperti untuk traning, pendidikan, dan upaya pemeliharaan kesehatan remaja terutama kesehatan reproduksi dan penanggulangan perilaku tidak sehat seperti alkohol, narkoba, rokok dan seks bebas.
Untuk
dapat memanfaatkan peluang adanya bonus demografi perlu dilakukan aksi sejak
dini. Seluruh pihak, baik Pemerintah, swasta maupun masyarakat perlu terlibat
dan berpartisipasi.
Misalnya, dalam hal penurunan fertilitas sebagai salah satu syarat mencapai peluang bonus demografi. Penurunan fertilitas ini tidak akan tercapai bila masyarakat tidak berpartisipasi dalam program Keluarga Berencana (KB). Jika tidak dilakukan aksi sejak sekarang, maka yang akan terjadi adalah door to disaster.
Misalnya, dalam hal penurunan fertilitas sebagai salah satu syarat mencapai peluang bonus demografi. Penurunan fertilitas ini tidak akan tercapai bila masyarakat tidak berpartisipasi dalam program Keluarga Berencana (KB). Jika tidak dilakukan aksi sejak sekarang, maka yang akan terjadi adalah door to disaster.
Jumlah
penduduk produktif yang besar jika tidak diikuti dengan kualitas tinggi, maka
berarti Indonesia akan memiliki penduduk besar tetapi tidak produktif.
Jika
Pemerintah tidak menyediakan lapangan kerja atau peluang usaha yang kondusif,
maka kondisi ini akan diikuti dengan jumlah pengangguran tinggi.
Pengangguran
ini akan didominasi oleh penduduk muda dan terdidik yang dapat mendorong
timbulnya social unrest dan peningkatan jumlah penduduk miskin. Untuk
menghindari terjadinya door to disaster perlu dilakukan upaya keras dalam
penurunan fertilitas, peningkatan kualitas penduduk, baik dari sisi kesehatan
maupun pendidikan. Adanya employment creation dan job creation
yang baik mampu mendorong percepatan perekonomian negara.
2. PERANAN
INDONESIA TERHADAP AFTA, ACFTA, MEA
I.
PERANAN INDONESIA
TERHADAP AFTA
Indonesia
merupakan salah satu negara yang aktif menjalin hubungan kerjasama dengan
negara lain. Bergabung dalam berbagai organisasi Internasional, menciptakan
citra Indonesia sebagai negara yang terbuka dan demokratis. ASEAN (Asssociation
of the South east Asia Nation) atau Perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara
merupakan salah satu bukti nyata keaktifan Indonesia di organisasi
Internasional. Selain sebagai salah satu anggota aktif, Indonesia merupakan
salah satu pencetus Organisasi yang didirikan di Bangkok tanggal 08 Agustus 1967
ini. Bersama Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand, Indonesia diwakili
oleh Adam Malik memprakarsai organisasi Geopolitik dan ekonomi regional Asia
Tenggara ini. Berbagai kebijakan dilakukan ASEAN dengan tujuan meningkatkan
kerjasama antar negara anggota untuk kemajuan ekonomi, sosial,budaya,stabilitas
hingga perdamaian yang dibahas dalam konferensi Tingkat Tinggi secara bertahap.
Salah satu kebijakan yang akan segera terrealisasi dalam waktu dekat ini adalah
penyelenggaraan perdagangan bebas tingkat ASEAN yang bertajuk AFTA.
AFTA
adalah akronim dari Asean Free Trade Area, yakni suatu wujud kesepakatan yang
dibuat oleh anggota negara ASEAN untuk membentuk
suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi
kawasan regional Asia Tenggara dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi
dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduk Asia Tenggara
peserta AFTA. Sebenarnya isu AFTA telah mencuat sejak penyelenggaraan KTT ASEAN
IV di Singapura tahun 1992. Namun baru akan direalisasikan tahun 2015 setelah
CEO ASEAN Summit di Bali beberapa bulan lalu
AFTA tentu saja akan menjadi tantangan tersendiri bagi negara ini.
Bagaikan Pisau tajam bermata ganda, AFTA akan menjadi keuntungan besar bagi
negara yang siap. Sebaliknya akan menjadi ancaman bagi negara yang tidak kuat.
Indonesia sebagai salah satu negara peserta tentu saja tak bisa berbalik badan
untuk menghadapi AFTA. Walau melihat keadaan Indonesia yang kini tengah
carut-marut tapi tetap Indonesia harus berusaha sebaik mungkin agar tak
terjajah oleh penyelenggaraan AFTA nanti.
Sebagai salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia.
Indonesia menguasai ASEAN dengan persentase 40% dari total penduduk ASEAN yang
mencapai 500-an juta jiwa. Dengan dominasi penduduk, tentu saja membuka
kesempatan lebih bagi negara kita untuk tampil sebagai penentu pasar. Indonesia
akan menjadi konsumen terbanyak produksi pada AFTA nanti. Tetapi tentu saja ini
hanya akan terjadi jika produksi negeri memang mampu bersaing dengan negara
lain. Bercermin dengan keadaan saat ini, hampir semua teknologi yang digunakan
masyarakat adalah impor dari negara China dan Jepang. Mulai dari perangkat
Elektronik hingga otomotif negara kita menjadi ladang terbesar bagi
produsen-produsen luar. Saat ini, negara-negara tersebut tentu saja masih
melewati bea cukai hingga mendatangkan keuntungan kecil bagi negara dari
ongkos. Lalu, saat AFTA benar-benar direalisasikan negara-negara tersebut akan
menjajakan barangnya tanpa ongkos ke negara kita. Dengan kualitas yang baik dan
harga yang terjangkau, produk negara-negara itu akan menggerogoti pasar
Indonesia. Maka tak menutup kemungkinan produksi lokal akan tenggelam dan
bahkan mati.
Hingga saat ini, Indonesia memang masih belum kokoh berdiri di
kaki sendiri. Tak salah, teori yang mengatakan negara ini memiliki Sumber Daya
Alam yang memadai, sayangnya tak terimbangi dengan Sumber Daya Manusia.
Sehingga pengelolaan alam dikuasai oleh negara luar, sebut saja sektor
pertambangan dan perminyakan yang masih dikelola oleh perusahaan luar seperti
Freeport, Chevron, Exxoon hingga BP. Tak hanya itu, beberapa Badan Usaha Milik
Negara masih belum dikuasai sepenuhnya oleh Indonesia. Bisa dibayangkan, jika
nanti saat pasar perdagangan bebas terbuka saham-saham akan dibuka secara bebas
hingga ada kemungkinan BUMN akan menjadi BUMA (Badan Usaha Milik Asing). Ini
tentu saja akan menjadi hal tragis bagi negara ini.
Menganalisa data indeks daya saing Global Indonesia di mata dunia
yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF), sebenarnya daya saing kita
meningkat dari peringkat 50 di tahun 2012, kini menjadi peringkat 38. Untuk
tingkat ASEAN, negara kita berada di posisi 5 di bawah Singapura (2), Malasya
(24), Brunei Darussalam (26), Thailand (37). Keempat negara ini menjadi negara
paling kuat di ASEAN. Lebih jauh lagi, dalam WEF diungkapkan beberapa
permasalahan yang mengakibatkan indeks daya saing Indonesia kecil. Korupsi dan
efisiensi Birokrasi pemerintahan menjadi hal utama yang menyebabkan kemerosotan
daya saing Indonesia. Banyaknya kasus korupsi pejabat negara semenjak 2012-2014
tampaknya menjadi sorotan tajam yang juga mengindikasikan buruknya system
birokrasi di negara kita. Selain itu infrastruktur yang berantakan,pelayanan
publik, kebijakan tenaga kerja hingga pajak yang tidak efektif menjadi
permasalahan yang kini dihadapi Indonesia.
Data yang ditunjukkan oleh WEF bisa jadi suatu acuan yang bisa
digunakan dalam memperbaki system di Indonesia jika tidak ingin terpuruk dalam
AFTA nantinya..Saat inilah pemerintah seharusnya merangkul dan mulai memberikan
perlindungan produk-produk (safeguard) asli negeri yang diproduksi UKM.
Indonesia sebenarnya memiliki banyak orang pintar. Sayangnya
karena remunerasi yang kecil di negara ini, memaksa mereka lebih memilih
bekerja di luar negeri. Ini salah satu yang patut untuk diperbaiki pemerintah.
Menarik kembali orang pintar tersebut bisa menjadi salah satu langkah
menyelematkan Indonesia.
AFTA seharusnya menjadi peluang bagi Indonesia melebarkan sayap menuju
negara maju. Ini saat yang tepat memperkenalkan produk-produk dalam negeri ke
dunia Internasional tanpa harus melewati banyak seleksi atau hambatan. Selain
itu ini menjadi kesempatan emas untuk membentuk aliansi dengan negara-negara
lain di berbagai bidang untuk memajukan negeri. Tentunya dengan konsekuensi
peningkatan mutu Tenaga kerja dan Produk. Pemerintah harus kerja keras membuat
kebijakan untuk mampu mencapai target sebelum AFTA 2015. Tak ketinggalan para
pelaku usaha juga harus serius dalam peningkatan kualitas produk agar memiliki
nilai kompetitif yang tinggi. Jika berhasil di kancah ASEAN, maka akan besar
kemungkinan meraih kemajuan di tingkat yang lebih luas.
II.
PERANAN INDONESIA TERHADAP ACFTA
ACFTA merupakan
singkatan dari China-ASEAN Free Trade Area yang merupakan kawasan perdagangan
bebas Tiongkok-ASEAN. ACFTA mulai diberlakukan pada awal bulan Januari
2010, ini berarti barang-barang antra negara di China dan ASEAN akan
saling bebas masuk dengan pembebasan tarif hingga nol%.
ACFTA pertama
kali sudah disepakati sejak November 2001 dalam KTT ASEAN ke-7 di Bandar Sri
Begawan-Brunei Darussalam. Selanjutnya perjanjian dagang ACFTA ini
ditandatangani menteri-menteri negara Asean dan China pada 2004. ACFTA ini
dimaksudkan agar tidak ada hambatan dalam proses perdagangan antara
negara-negara ASEAN dan China.
Namun banyak
persepsi dan kontroversi dengan adanya ACFTA ini, terutama bagi pihak Indonesia
sendiri. karena dengan adanya persetujuan perdagangan bebas antara China dan
ASEAN maka akan menimbulkan kecemasan bagi industri dalam negeri. Mereka harus
lebih kreatif dan inovatif agar dapat bersaing dengan produk-produk dari China.
Sedangkan menurut ketua LP3E (Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan
Ekonomi) Kadin Faisal Basri menyatakan bahwa ACFTA relatif tidak mengganggu
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2010. Faisal Basri juga mengatakan bahwa
sebelum memutuskan kebijakan pajak masuk 0 persen untuk China, pemerintah telah
melakukan negoisasi tukar-menukar keuntungan, sebagai contoh Indonesia
memberikan 0 persen untuk cabe dan ditukar dengan kakao 0 persen untuk masuk ke
China.
ACFTA memang
tidak dapat dihindari, karena Indonesia harus tetap menghadapi ACFTA. Namun
yang terpenting adalah bagaimana mempersiapkan industri Indonesia agar memiliki
daya saing menghadapi negara lain.
Dalam
menanggulangi dampak ACFTA saat ini di bidang agroindustri khususnya maka
diperlukan adanya strategi yang harus dilakukan oleh pemerintah. Karena
Indonesia sendiri masih dapat menyuplai kebutuhan akan agroindustrinya sendiri
dari dalam negeri. Dengan adanya solusi strategi yang dilakukan pemerintah,
maka akan melindungi para pengusaha dalam negeri untuk bersaing dengan
pengusaha luar dalam bidang agroindustri. Indonesia sebagai negara agraris
seharusnya bisa mengunggulkan produk agribisnis di dalam negeri, maka
diperlukan strategi dan solusi dari pemerintah. Solusi dan strategi ini
tentunya berhubungan dengan bagaimana kinerja pemerintah sendiri dalam
memberlakukan strategi menanggulangi dampak ACFTA. Kinerja pemerintah tentunya
berhubungan langsung dengan bagaimana pemerintah memberikan pelayanan publik
kepada masyarakat. Karena dalam pemberian pelayanan publik yang baik juga
berpengaruh terhadap dukungan yang diberikan masyarakat kepada pemerintah dalam
strategi penanggulangan dampak ACFTA.
Tentunya bila
dibicarakan dalam ranah administrasi negara, akan berhubungan langsung dengan
bagaimana pemerintah itu sendiri memberikan pelayanan kepada publik. Dalam
penanggulangan dampak ACFTA, pemerintah seharusnya terpacu lebih spesifik di
dalam memberikan pelayanan publik. Antara lain melakukan reformasi birokrasi
yang sebagaimana bentuknya adalah mereformasi lembaga-lembaga pemerintahan
untuk memperbaiki pelayanan publik serta menghilangkan pungutan liar yang membuat
ekonomi biaya tinggi. Kedua adalah mempercepat perbaikan infra struktur jalan,
menumbuhkembangkan sektor riil dan mengkampayekan kecintaan pada produk dalam
negeri di semua kalangan merupakan solusi lain yang sama pentingnya untuk
pemerintah. Ketiga, menerapkan aturan non tarif dengan standar ketat dan
keempat adalah menerapkan aturan agar produk-produk pangan yang masuk harus sesuai dengan negara kita
Keempat
strategi dalam manajemen publik diatas dapat dijadikan masukan bagi pemerintah
untuk lebih serius dalam menangani dampak ACFTA. Karena dampak ACFTA sendiri
sangat meluas dalam kehidupan masyarakat karena secara perlahan menyentuh
sendi-sendi kehidupan. Untuk itu pemerintah harus tanggap dan membuat strategi
yang mengena pada seluruh bidang yang menyangkut kehidupan masyarakat yang bisa
terkena oleh dampak adanya ACFTA.
III.
PERANAN INDONESIA
TERHADAP MEA
Masyakarat Ekonomi ASEAN ( MEA) atau pasar bebas ASEAN mulai berlaku
pada tahun 2015 mendatang. Artinya tidak lama lagi kita bangsa Indonesia akan memasuki
era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dimana MEA ini mengintegrasikan seluruh
negara-negara Asia Tenggara dalam berbagai bidang terutama di bidang ekonomi.
Misalnya, mulai dari bidang ketenagakerjaan, investasi, produk, modal,
investasi hingga jasa. Ada beberapa keuntungan bagi negara yang sudah siap
menyongsog MEA ini, antara lain adalah meningkatkan kompetitif dalam persaingan
ekonomi antar negara, serta meratakan pertumbuhan ekonomi antara negara Asia
Tenggara.
Konsep dari MEA tersebut digagas oleh negara-negara Asia Tenggara
dengan berdasarkan pada ASEAN Economic Blueprint atau Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yakni pertemuan puncak antara pemimpin-pemimpin
negara anggota ASEAN dalam hubungannya terhadap pengembangan ekonomi dan budaya
antar negara-negara Asia Tenggara. MEA ini tercetus dalam KTT ke-14 dimana
hasil penandatanganan persetujuan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas
ASEAN-Australia-Selandia Baru. Tujuannya adalah meratakan pertumbuhan
ekonomi di setiap negara-negara Asia Tenggara. Dengan kata lain menghilangkan
kesenjangan ekonomi. Ibarat “Kran air yang selama ini tertutup dan sulit
ditembus, kini dibuka selebar-lebarnya”.
Sejumlah pakar dan pengamat ekonomi optimistis bahwa Indonesia mampu
menghadapi Masyarakat ekonomi ASEAN. Disela-sela peluncuran buku
"Perdagangan Bebas Dalam Perspektif Hukum Perdagangan Internasional"
dan dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (15/7/2014) Serian Wijatno dan Dr
Ariawan Gunadi, SH, MH. mengungkapkan bahwa Indonesia dapat menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN dengan strateginya sebagai berikut:
a.
Memanfaatkan hambatan
perdagangan untuk mengerem banjirnya produk dan jasa asing
b.
Menciptakan sumber daya
pengusaha yang kompeten melalui pendidikan dan pelatihan
c.
Membentuk forum sengketa perjanjian perdagangan bebas
dengan prosedur yang sederhana dan jelas sehingga kepastian hukum.
Sedangkan menurut Latif Adam, pengamat ekonomi dari Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Diangkatnya Chairul Tanjung (CT) menjadi Menko
Perekonomian, menggantikan Hatta Rajasa, bisa jadi merupakan angin segar bagi
Indonesia untuk kembali concern untuk mempersiapkan Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA). setidaknya Chairul Tanjung (CT) dapat mengawal proses persiapan
konsolidasi perbankan yang ada. Proses persiapan itulah yang harus memenuhi
syarat-syarat, sehingga menghasilkan suatu kebijakan publik. Dimana konsolidasi
perbankan nasional sudah tidak dapat dihindari lagi. Kebijakan tersebut menjadi
mutlak dalam menghadapi MEA. Jika tidak Indonesia mempersiapkan mulai dari
sekarang, imbasnya akan terasa pada saat MEA nanti. Perbankan nasional akan
kalah bersaing dengan perbangkan asing. Harapan kita semoga pemerintah
yang baru dapat mewujudkan konsolidasi perbankan nasional.
Salah satu aspek penting yang perlu disiapkan dengan cepat bangsa
ini adalah SDM yang kompeten. Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor
penentu keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Para tenaga kerja
dari negara MEA yang memiliki kompetensi kerja yang lebih tinggi, tentunya akan
memiliki kesempatan lebih luas untuk mendapatkan keuntungan ekonomi di dalam
MEA. Dengan demikian, kita harus berusaha dengan sunguh-sunguh untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengejar ketertinggalan dari
negara-negara lain, khususnya di kawasan ASEAN. Meningkatkan kualitas SDM harus
diarahkan pada penguasaan iptek untuk menopang kegiatan ekonomi agar lebih
kompetitif. Pemenuhan SDM yang berkualitas dan unggul karena menguasai iptek,
akan berpengaruh terhadap struktur industri di masa depan. Dan apabila sasaran
di atas bisa dipenuhi, akan semakin kuat basis industri yang sedang dibangun
dan dikembangkan di Indonesia, yang pada gilirannya akan mendorong transformasi
struktur ekonomi secara lebih cepat.
Namun salah satu senjata utama yang kita punya untuk memenangkan
persaingan MEA ini adalah generasi muda bangsa Indonesia. Pemerintah Indonesia
akan fokus untuk memoles generasi muda bangsa ini. Daya saing harus
ditingkatkan, menciptakan lebih banyak tenaga kerja yang ahli (skilled labor),
berikan perhatian lebih pada generasi muda yang mempunyai potensi besar namun
kekurangan dalam segi ekonomi. Salah satu solusinya tarik semua sumber daya
manusia yang bekerja diluar negeri dan berikan posisi strategis di industri
maupun pemerintahan Indonesia dan berikan bantuan ekonomi pada generasi muda
yang memiliki potensi, agar mampu dan terus kreatif.
Harus menjadi perhatian kita semua masyarakat indonesia, Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) akan berlaku tahun depan. Indonesia sebagai salah satu anggota
tentunya harus ikut mempersiapkan segalanya, karena yang terpenting adalah
bagaimana negara kita sendiri bisa siap bersaing atau tidak dengan negara ASEAN
lainnya. Indonesia tidak bisa menunda lagi proses konsolidasi perbankan.
Pasalnya hal itu sudah dilakukan negara lain dalam 5 tahun terakhir dalam
menghadapi MEA. Sejumlah bankir menyatakan, sepakat soal pentingnya konsolidasi
perbankan di Tanah Air khususnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) pada 2015.Agar pasca pelaksanaan MEA 2015, pasar dalam negeri tidak
diserbu produk-produk negara-negara ASEAN lainnya, pemerintah perlu mendorong
masyarakat Indonesia untuk menggunakan produk dalam negeri, dengan penerapan
program cinta produk dalam negeri secatra konsisten dan serius, sehingga industri
manufaktur dan industri kreatif dalam negeri terus bertumbuh dan tetap
terkendali dari serbuan produk-produk impor dari negara-negara ASEAN lainnya.
IV.
TUJUAN DAN DAMPAK AFTA, ACFTA,
MEA
A.
TUJUAN DAN DAMPAK AFTA
AFTA ASEAN-China adalah bentuk dari
kerjasama perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN dan China yang berupa
kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil
melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tariff
(bea masuk 0 – 5 %) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN
dan Cnina.
AFTA ASEAN-China terbentuk karena
adanya kerjasama perdagangan antara China dan Negara anggaota ASEAN. Dan pada
awalnya AFTA sendiri disepakati pada tanggal 28 Januari
1992 di Singapura, yang terdiri dari enam negara yang menyepakati AFTA,
yaitu: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung dalam AFTA tahun 1995, sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997, kemudian Kamboja pada tahun 1999. Dan sekarang lebih luas di tambah
dengan satu negara lagi yaitu China.
Tujuan AFTA ASEAN-China
Beberapa tujuan diadakannya AFTA
ASEAN-China adalah sebagai berikut:
1. Menjadikan kawasan ASEAN-China
sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN-China memiliki
daya saing kuat di pasar global.
2. Menarik lebih banyak Foreign
Direct Investment (FDI).
3. Meningkatkan perdagangan antar
negara anggota ASEAN dan China (intra-ASEAN Trade and China).
Dampak AFTA ASEAN-CHINA :
Perusahaan-perusahaan
besar yang kini bermarkas di Indonesia sebagian besar dipimpin oleh warga
asing. Mereka inilah yang pada akhirnya akan tetap kokoh dengan modal yang
besar mampu bersaing dengan negara-negara ASEAN. Sebaliknya UKM-UKM Indonesia
akan gulung tikar karena tidak didukung oleh modal yang memadai. Dengan
demikian, AFTA bisa jadi akan memangkas pengusaha-pengusaha kecil dan
menyebabkan pengangguran besar-besaran.
A. TUJUAN
DAN DAMPAK ACFTA
Tujuan ACFTA memang untuk meningkatkan nilai perdagangan
antarnegara. Namun, yang terjadi di Indonesia setelah berlakunya ACFTA, adalah
kita tidak mampu bersaing dengan produk luar, produk ASEAN terlebih lagi produk
China. Indonesia dalam berbagai perjanjian perdagangan bebas hanya dijadikan
pasar oleh negara-negara lainnya karena jumlah penduduknya yang banyak
Dan kualitas produk lokalnya yang relative rendah.
ACFTA merupakan bentuk dari kerjasama perdagangan bebas
kawasan regional ternyata tidak serta merta memberikan dampak yang positif bagi
semua sektor komoditas. Perdagangan sektor pertanian Indonesia dengan Cina
diketahui surplus yang diperoleh negara Indonesia lebih didominasi oleh
perkebunan. Sedangkan untuk komoditas Hortikultura Indonesia hanya mengalami
keuntungan yang lebih kecil dikarenakan hanya sebagian kecil produk tersebut
yang mengalami permintaan perluasan pangsa pasar ke Cina. Berbarengan dengan
itu, produk Hortikultura dari Cina terus membanjiri pasar lokal Indonesia.
Akibatnya tentu saja berdampak negatif/buruk bagi petani dan pihak yang terkait
pada komoditas hortikultura lokal. Karena produk meraka harus bersaing dengan
produk dari Cina yang membanjiri pasar domestik dengan harga yang murah
di-bandingkan dengan produk lokal. Di samping itu, ACFTA merupakan bentuk
kerjasama dagang di era globalisasi yang secara sadar atau tidak membawa kita
pada situasi ekonomi neoliberal akibat dari perdagangan tanpa hambatan.
Dampak dari kesepakatan ACFTA memiliki sifat yang ganda, yakni
berdampak positif bagi produsen yang kompetitif dengan terbukanya perluasan
pasar ke Cina dan bagi konsumen karena dapat menjangkau produk Cina dengan
harga yang murah. Sedangkan dampak negatifnya yaitu dengan adanya penurunan
pangsa pasar produsen lokal, khususnya Hortikultura akibat bertambahnya volume
impor produk tersebut dari negara Cina. Sehingga yang kuat akan semakin kuat
mendominasi dan yang lemah akan semakin tertindas akibat dari persaingan pasar
bebas tersebut. Petani Hortikultura kita sesungguhnya belum siap dihadapkan
pada situasi ini. Pertanian Indonesia di abad 21 harus lebih modern, efisien,
dan berdaya saing, khususnya sektor Hortikultura. Jika situasi saat ini terus
berlanjut tanpa adanya pembenahan dikwatirkan Indonesia akan ketergantungan
terhadap impor Hortikultura Cina. Tentunya akan berdampak buruk bagi
pembangunan perekonomian petani. Karena Indonesia merupakan Negara agraris dan
mengingat banyaknya penduduk yang menggantungkan hidupnya sebagai petani,
khususnya hortikultura. Dengan demikian akan terjadi ketimpangan dan
kesenjangan di antara pihak yang diuntungkan dengan pihak yang merasa dirugikan
akibat dari kesepakatan ekonomi politik negara yang disepakati pemerintah.
Dengan adanya ACFTA cita-cita Indonesia untuk meraih ketahanan pangan justru semakin sulit. Perdagangan bebas seperti ini cenderung merugikan petani dalam negeri terutama dalam masalah persaingan harga. Dengan kalah saingnya produk pertanian kita dibanding produk luar, mengakibatkan turunnya minat di pertanian sehingga produksi lokal pun menurun. Hal ini mengakibatkan ketergantungan yang lebih jauh terhadap barang impor.
Dengan adanya ACFTA cita-cita Indonesia untuk meraih ketahanan pangan justru semakin sulit. Perdagangan bebas seperti ini cenderung merugikan petani dalam negeri terutama dalam masalah persaingan harga. Dengan kalah saingnya produk pertanian kita dibanding produk luar, mengakibatkan turunnya minat di pertanian sehingga produksi lokal pun menurun. Hal ini mengakibatkan ketergantungan yang lebih jauh terhadap barang impor.
B.
TUJUAN DAN DAMPAK MEA
Tujuan
dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk meningkatkan stabilitas
perekonomian dikawasan ASEAN, serta diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah
dibidang ekonomi antar negara ASEAN.
ASEAN
merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana
terdiri dari 10 Negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura,
thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja.
Pembentukan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN
dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur,
Malaysia. Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan daya saing ASEAN serta bisa
menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing. Modal asing
dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga ASEAN.
Pada
KTT selanjutnya yang berlangsung di Bali Oktober 2003, petinggi ASEAN
mendeklarasikan bahwa pembentukan MEA pada tahun 2015.
Ada
beberapa dampak dari konsekuensi MEA, yakni dampak aliran bebas barang bagi
negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi,
dampak arus tenaga kerja terampil, dan dampak arus bebas modal.
4.
TINGKAT DAYA SAING INDONESIA TERHADAP
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Dalam menghadapi kancah ekonomi global terutama
Negara Indonesia dan Negara-negara Asia tenggara lainnya, telah beradu
kemampuan menunjukan kelihaian dan kelincahannya dalam menanggapi segala isu-isu
dunia yang sedang mendunia untuk diputarbalikan. Semua Negara mencoba agar
mampu bersaing secara sehat untuk menonjolkan apa yang dimilikinya serta
mencoba memiliki apa yang bangsa lain juga miliki. Negara Indonesia dalam
perkembangannya telah memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan dan
cepat dalam beberapa dekade ini.
Dalam sebuah studi World Economic Forum atau yang
disingkat WEF yang bertempat di Geneva, Swiss tahun 2004 lalu, menyebutkan daya
saing bangsa Indonesia berada pada urutan 69 dari 104 negara yang diteliti.
Badan ini menilai dan melihat kategori bangsa-bangsa dunia dengan mengacu pada
aspek makro dan mikro yang sedang berkembang dalam Negara tersebut. Secara
makro atau secara garis besar melihat pada kekondusifan kondisi ekomomi Negara
itu, buruk atau baiknya kualitas kelembagaan publiknya dalam bertugas baik itu
lembaga profit maupun non-profit, serta kuat atau lemahnya kebudayaan
pengembangan teknologi Negara yang bersangkutan. Sedangkan dari segi aktivitas
mikronya, badan ini menilai dari aspek seperti tinggi atau rendahnya
keefisiensiaan usaha pada tingkat operasionalisasi perusahaan dan kuat atau lemahnya pengaruh iklim
persaingan dalam usaha.
Daya saing dalam pengertian WEF ini adalh daya saing
suatu Negara/ekonomi, bukan daya saing sutu produk. Tentu daya saing yang
tinggi dari suatu Negara akan sangat membantu daya saing dari produk-produk
yang ditawarkan Negara tersebut. Namun demikian, daya saing suatu produk juga
ditentukan oleh sejumlah faktor baik internal seperti nilai tukar (walaupun
nilai tukar tidak sepenuhnya internal), tingkat sutu bunga yang mempengaruhi
biaya produk/investasi, produktivitas, dan lain-lain. Faktor eksternal seperti
struktur pasar global, perkonomian global, dan lain-lain. WEF ini umumnya melakukan
survei pengusaha/perusahaan dari segala skala usaha, baik itu skala kecil,
menengah, dan besar hampir di semua sektor kunci di Indonesia. Surveinya ini
disebut dengan opinion survey, yang
artinya opini dari pengusaha/pemilik/manajer/direktur maupun CEO dari
perusahaan mengenai pelbagai aspek penting yang menentukan daya saing sebuah
Negara di lingkungan global.
Pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia pun mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2012 kemarin pertumbuhan ekonomi
Indonesia mencapai 6,2 persen. Persentase ini tergolong persentase pertumbuhan
ekonomi yang tinggi bila dibandingkan dengan Negara-negara di dunia lainnya.
WEF menilai Negara Indonesia telah berhasil memperbaiki faktor
infrastruktur. Indonesia diketahui telah
mengeluarkan dana infrastruktur dalam jumlah besar untuk memperbaiki jalan,
pelabuhan, fasilitas air bersih, dan pembangkit listrik. Kita masih menduduki
peringkat kedua tertinggi setelah China di tengah koreksi pertumbuhan ekonomi
Negara-negara di dunia, seperti yang dilansir oleh Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Hatta Rajasa. Dan bahkan menurut World Bank Top 40 Countries by
GDP menempatkan Negara Indonesia di urutan ke-16 untuk kategori Negara dengan
perekonomian terbesar. Peringkat ini mengalahkan Negara tetangga Malaysia yang
berada pada posisi ke-36 untuk kategori yang sama. Tak beda jauh dengan
Malaysia, Hongkong yang terkenal dengan harga propertinya yang selangit hanya
mampu berada di peringkat ke-38.
Bahkan dalam laporan Global Competitive Report 2013
oleh WEF, Negara Indonesia menempati urutan ke-38 dari 148 negara untuk daya
saing industri logistik. Dan juga dalam
laporan semi-tahunan Bank Dunia menyebutkan Indonesia Trading Economics pada
tahun 2013 menempati urutan 61 dari 165 negara. Hal ini memberikan bukti yang
jelas bahwa Indonesia telah mengalami pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang
begitu signifikan. Pertumbuhan yang tidak kalah bila dibandingkan dengan
Negara-negara maju lainnya.
Bukan hanya itu Forum Ekonomi
Dunia juga menyebutkan Indonesia menempati peringkat ke-70 Indeks Daya Saing
Perjalanan Wisata (TTCI) dari 140 negara yang disurvei. Yang mana sebelmunya
Indonesia menempati peringkat ke-74 pada tahun 2011, dan peringkat ke-81 pada
tahun 2009. Hal ini didukung oleh kekayaan dan keanekaragaman biodiversity yang
dimiliki oleh Negara kita sebagai Negara yang diapit oleh dua benua dan dilalui
oleh dua samudera. Ini terkait dengan peningkatan kualitas daya tarik wisata
alam dan budaya yang difokuskan pada 29 daya tarik wisata Indonesia. Yakni,
Pulau Weh (Sabang), Nias, Toba, Mentawai (Siberut), Pulau Abang, Tanjung
Lesung, Kepulauan Seribu, Kota Tua Jakarta, Pangandaran, Karimunjawa, Candi
Borobudur, Dieng, Merapi-Sleman, Bromo-Tengger-Semeru, Batur, Rinjani, Tambora,
Komodo, Kelimutu, Sentarum, Tanjung Putting, Derawan, Toraja, Togean, Tomini,
Bunaken, Wakatobi, Bandaneira, dan Raja Ampat serta tentunya pulau Bali
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan
diatas maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya perdagangan internasioal
suatu Negara dapat memenuhi kebutuhan akan produk-produk yang tidak diproduksi
dalam negri dan dapat mengefisiensi biaya produksi dalam negri.
Selain itu dengan adanya
perdagangan internasional suatu Negara dapat memperluas pasar atau menambah
pasar dan memungkin untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan
cara-cara manajemen yang modern.
DAFTAR PUSTAKA
http://menghilangkanspasi.blogspot.com/2012/10/pengaruh-cafta-dalam-perekonomian.html
http://www.suaradewata.com/index.php/baca-posting/273/Menyambut-Masyarakat-Ekonomi-ASEAN-awal-MEAakhir-2015
http://www.suaradewata.com/index.php/baca-posting/273/Menyambut-Masyarakat-Ekonomi-ASEAN-awal-MEAakhir-2015