Rabu, 20 Mei 2015

Tugas Softskill Perekonomian Indonesia 2 Dosen R Hardadi




TUGAS PEREKONOMIAN INDONESIA




Nama Kelompok :                            NPM :
Ezra Kathy Mareta Ria                  23214707
Griesnandiaz Intan P                     24214616
Indri Yani Utami                           25214327

                                                    Kelas 1EB32

UNIVERSITAS GUNADARMA
ATA 2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha esa oleh karena anugerahnya kami dapat menyelesaikan makalah ini selain sebagai tugas, makalah ini juga bertujuan untuk memberi informasi tentang Perdagangan Internasional.
Kami menyadari bahwa  dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan, Oleh karena  itu kami terlebih dahulu meminta maaf terhadap segala kekurangan dalam penulisan makalah ini, sehingga  kritik dan saran sangat membantu untuk membangun agar dalam penulisan ini mampu menjadi lebih baik lagi.

Bekasi, 21 Mei 2015
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.         Latar Belakang

Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin dan tercipta suatu hubungan ekonomi yang saling mempengaruhi suatu negara dengan negara lain serta lalu lintas barang dan jasa akan membentuk perdagangan antar bangsa. Perdagangan internasional merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara. Terjadinya perekonomian dalam negeri dan luar negari akan menciptakan suatu hubungan yang saling mempengaruhi antara satu negara dengan negara lainnya, salah satunya adalah berupa pertukaran barang dan jasa antarnegara. Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan swasta dan perusahaan negara maupun pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan. Secara umum perdagangan internasional dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekspor dan impor. Ekspor adalah penjualan barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara ke negara lainnya. Sementara impor adalah arus kebalikan dari ekspor, yaitu barang dan jasa dari luar suatu negara yang mengalir masuk ke negara tersebut. 

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat daya saing Indonesia terhadap perdagangan Internasional ?
2. Apa peranan Indonesia terhadap AFTA, ACFTA, MEA ?
3. Apa saja tujuan dan dampak AFTA, ACFTA, MEA ?

1.3 Tujuan Makalah
1.      Untuk Mengetahui Peranan Pemerintah Indonesia terhadap Perdagangan Internasional
2.      Menjelaskan dampak dan tujuan dari AFTA, ACFTA, MEA
3.      Mengetahui apa saja bentuk Perdagangan Internasional di Indonesia

BAB II
ISI
1.      BONUS DEMOGRAFI

Demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Indonesia akan mengalami bonus demografi ini dikarenakan proses transisi demografi yang berkembang sejak beberapa tahun yang lalu yang dipercepat dengan keberhasilan program KB menurunkan tingkat fertilitas dan meningkatnya kualitas kesehatan serta suksesnya program-program pembangunan lainnya.
Indonesia diprediksi akan mendapat bonus demografi di tahun 2020-2030, dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak.
Akan tetapi usia produktif ini apabila tidak berkualitas malah akan menjadi beban negara, oleh karena itu Pemerintah harus meningkatkan wajib belajar 12 tahun, lakukan pembinaan pola asuh & tumbuh kembang anak melalui posyandu dan PAUD, peningkatan usaha ekonomi keluarga, intinya peningkatan segala bidang agar SDM kita mampu bersaing di dunia International,
Jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara non-produktif hanya 60 juta.
Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Salah satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung penduduk non-produktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk produktif.
Hal ini sejalan dengan laporan PBB, yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun sampai 2020.
Tentu saja ini merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of development dengan cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan, kemampuan komunikasi, serta penguasaan teknologi. Solusi lainnya bisa dengan memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak hanya bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan itu sendiri. Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga ketersediaan lapangan pekerjaan, menjaga aset-aset Negara agar tidak banyak dikuasai pihak asing yang pastinya akan merugikan dari sisi peluang kerja.
Bukan hanya Pemerintah, masyarakat juga harus menjadi pendukung utama pembangunan mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri.
Kesimpulan yang bisa ditarik adalah bonus demografi ibarat pedang bermata dua. Satu sisi adalah berkah jika berhasil memanfaatkannya. Satu sisi yang lain adalah bencana seandainya kualitas SDM tidak dipersiapkan.
Indonesia, sebagai sebuah bangsa yang kuat harus mempunyai perencanaan, termasuk membangun sumber daya manusia berkualitas yang akan menjadi daya saing sebuah bangsa. Sejatinya, perubahan tidak bisa dilakukan dalam sekejap, maka dari itu pembenahan kualitas manusia harus dimulai dari dipersiapkan dengan kebijakan yang fokus di bidang kesehatan, pendidikan dan ketenagakerjaan.  Kontribusi penduduk berusia produktif ini telah terlihat dari peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang stabil. Fenomena ini terlihat juga di beberapa negara yang jumlah penduduknya turut meningkat dan kondisi ekonominya sama seperti Brazil, Rusia dan India.
Bahkan di sejumlah negara lain, bonus demografi telah berkontribusi menumbuhkan ekonomi. Sedangkan Thailand, Tiongkok, Taiwan dan Korea bonus demografi di sana berkontribusi dengan pertumbuhan ekonomi antara 10-15 persen.
Bonus demografi ini dapat dimanfaatkan secara baik oleh Pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Manfaat bisa dilakukan dengan adanya kesiapan kebijakan seperti memperkuat investasi di bidang kesehatan, pendidikan maupun ketenagakerjaan. Bonus demografi tidak otomatis menguntungkan kita, harus ada syarat yang harus diperjuangkan.
Misalnya dalam bidang pendidikan, agar wajib belajar terus diperpanjang menjadi 12 tahun. Lalu, jumlah drop out (DO) pelajar yang keluarganya berpenghasilan rendah harus dikurangi dan kurikulum juga harus direvisi. Kurikulum Sekolah Dasar (SD) betul-betul diubah supaya dari kecil diajarkan cara berpikir yang lebih kreatif.
Dari sisi kesehatan, juga harus dimulai nutrisi 1000 hari pertama sejak kelahiran. Dalam jangka waktu tersebut masa-masa untuk perkembangan otak. Sedangkan dari sisi ketenagakerjaan, bila perlu Pemerintah harus terus menggenjot industri padat karya, pertanian, industri kreatif serta industri mikro, kecil dan menengah.
Pembangunan dilakukan pada saat manusia menjadi pelaku utama dari pembangunan itu sendiri yang diukur dari kualitas sumber daya manusia (human resource development). Oleh karena itu, pembangunan manusia harus menjadi prioritas dalam pembangunan. Pentingnya proyeksi penduduk sebagai prasyarat untuk merumuskan perencanaan pembangunan di masa depan secara lebih efektif dan efisien.
Angka ketergantungan penduduk (dependency ratio) cenderung lebih rendah. Suplai tenaga kerja yang stabil diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar kerja. Kondisi ini sangat menguntungkan, masyarakat akan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dengan dana tabungan yang lebih banyak.
Bonus demografi sangat erat kaitannya dengan perubahan komposisi penduduk menurut umur. Bonus demografi adalah kesempatan sekaligus tantangan yang harus ditanggapi dan diantisipasi.
Saat bonus demografi, angka ketergantungan penduduk menjadi lebih rendah. Jika masyarakat paska usia produktif 65 tahun ke atas dapat melakukan upaya menabung lebih banyak, maka tidak akan menjadi beban negara. Namun bila kondisi sebaliknya, maka akan menjadi beban negara.

Persoalan kependudukan memiliki dampak pada lingkungan. Kualitas SDM sangat menentukan tingkat kesadaran perilaku manusia dalam mengelola lingkungan. Jumlah penduduk yang besar dan tidak diikuti kualitas kesadaran lingkungan yang baik, akan mengakibatkan terjadinya degradasi kerusakan lingkungan. Saat ini Indonesia begitu agresif mendorong pertumbuhan ekonomi, namun secara tidak sadar merusak lingkungan.
Yang terpenting ke depan adalah peningkatan kualitas SDM karena angka Human Development Index (HDI) Indonesia saat ini menempati urutan ke-111 dari 182 negara. Di ASEAN, Indonesia berada di urutan keenam dari sepuluh negara.
Di masa depan, bangsa Indonesia harus siap mengelola potensi dan sumber daya angkatan kerja yang terus meningkat. Tingkat pertumbuhan tenaga kerja Indonesia sangat tinggi. Bangsa Indonesia mengalami bonus demografi hingga 2035 mendatang.
Saat itu, jumlah generasi muda jauh lebih banyak daripada generasi tua. Jadi, Indonesia harus melakukan persiapan membangun potensi dan sumber daya manusia (SDM). Indonesia juga harus mampu menghadapi persaingan antar tenaga kerja dari berbagai negara, apalagi dengan potensi bonus demografi yang sedang dialami.
Bonus demografi ini harus disyukuri, karena negara lain di Eropa dan Amerika tidak mengalaminya. Sebagian besar warga Eropa dan Amerika Serikat, mayoritas adalah generasi tua, jumlah anak-anak atau generasi muda mereka relatif sedikit.
Pemerintah harus kritis melihat perlunya menanggapi bonus demografi yang dialami Indonesia. Tanpa persiapan yang matang, maka bonus demografi bisa menjadi beban tambahan.
Dengan bonus demografi ini, jumlah penduduk usia produktif mencapai 2/3 dari total jumlah penduduk. Lapangan kerja yang dibutuhkan pun makin banyak.  Kalau lapangan kerja tidak diakomodasi, maka bisa menciptakan banyak pengangguran.
Agar pengangguran tidak lantas membengkak, maka kompetensi sumber daya manusia harus ditingkatkan. Salah satunya melalui pendidikan yang baik. Populasi terbesar merupakan golongan anak muda dengan tingkat konsumsi tinggi. Dengan demikian, konsumsi domestik akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar enam hingga tujuh persen.
Sumber daya manusia (SDM) Indonesia saat ini harus diberdayakan untuk menghadapi berkah bonus demografi pada 2020-2030. Diharapkan tingginya jumlah penduduk usia produktif akan mampu mempercepat peningkatan produksi negara.
Bonus demografi akan menjadi modal besar bagi NKRI apabila kualitas sumber daya manusianya tinggi sehingga memiliki daya saing di era pasar bebas saat itu. Selain itu, bonus demografi itu juga akan mampu mempercepat peningkatan produksi negara yang sekaligus mampu melepaskan diri dari keterjebakan sindrome negara berkembang.
Pemerintah harus mampu memanfaatkan bonus demografi yang terjadi di Indonesia. Usia produktif harus didorong untuk terus meningkatkan produktivitas. Bonus demografi harus diisi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan netto dari bonus demografi.
Namun berkah ini bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak dipersiapkan kedatangannya. Masalah yang paling nyata adalah ketersediaan lapangan pekerjaan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah Pemerintah mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk menampung 70% penduduk usia kerja di tahun 2020-2030?
Kalau pun lapangan pekerjaan tersedia, mampukah sumber daya manusia yang melimpah ini bersaing di dunia kerja dan pasar internasional?
Berkaca dari fakta yang ada sekarang, indeks pembangunan manusia atau human development index (HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara di dunia, Indonesia berada di urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan enam dari 10 negara ASEAN. Posisi ini masih di bawah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei dan Singapura. Tingkat HDI ini terbukti dari tidak kompetitifnya.pekerja Indonesia di dunia kerja baik di dalam ataupun luar negeri. Paling banter, pekerja Indonesia di luar negeri adalah menjadi pembantu. Ujung-ujungnya disiksa dan direndahkan. Untuk tingkat dalam negeri sekali pun, pekerja indonesia masih kalah dengan pekerja asing. Hal ini ditandai dari banyaknya peluang kerja dan posisi strategis yang masih ditempati tenaga kerja asing.
Permasalah pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya bisa diselesaikan dari sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang. Jangan sampai hal yang menjadi berkah justru membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang mendasar: kualitas manusia!
Kenyataannya pembangunan kependudukan seolah terlupakan dan tidak dijadikan underlined factor. Padahal pengembangan sumber daya manusia yang merupakan investasi jangka panjang yang menjadi senjata utama kemajuan suatu bangsa.

·         Solusi Yang Harus Disiapkan
Untuk memanfaatkan bonus demografi maka anak-anak harus dibentuk kualitasnya sejak sekarang. Pada tahun 2025 nanti anak-anak sudah dewasa dan termasuk dalam usia produktif. Untuk itu, mulai saat ini, generasi muda harus mempersiapkan diri agar mampu bersaing meraih kesempatan kerja, dan bersaing dengan negara-negara lain di seluruh dunia. Artinya mulai sekarang, anak-anak harus meningkatkan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual secara optimal.
Indonesia tengah mengalami bonus demografi yang ditandai dengan banyaknya penduduk usia muda dan produktif. Bonus demografi itu harus segera dioptimalkan dengan investasi lebih besar pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
Menurut proyeksi penduduk tahun 2035 berbasis sensus 2010 diketahui masa maksimum bonus demografi ini terjadi pada 2028, 2029, 2030 dan 2031. Selama itu, prosentase penduduk usia muda dan produktif mencapai 46.7 persen. Melihat dari proyeksi ini, Indonesia memiliki peluang hingga 2030, jadi selama 16 tahun mendatang, Indonesia harus investasi habis-habisan di SDM.
Investasi SDM itu memang butuh dana besar namun lebih cepat return-nya. Misalnya saja, Indonesia berpotensi menaikan GDP sekitar 1 persen dengan growth ekonomi mencapai 7 persen. Skenario MP3I pada 2025 pertumbuhannya 7 persen. Ini artinya, sangat mungkin pertumbuhannya diatas 7 persen, yakni 10 persen bila investasi dilakukan.
Ada beberapa syarat agar bonus demografi bisa tercapai. Pertama, yakni suplai tenaga kerja produktif yang besar harus diimbangi dengan lapangan pekerjaan sehingga pendapatan perkapita naik dan bisa menabung yang akan meningkatkan tabungan nasional.
Kedua, tabungan rumah tangga diinvestasikan untuk kegiatan produktif. Ketiga, jumlah anak sedikit memungkinkan perempuan memasuki pasar kerja, membantu peningkatan pendapatan.
Keempat, anggaran yang sebelumnya dipakai untuk anak usia 0-15 tahun karena jumlah berkurang, bisa dialihkan untuk peningkatan sumber daya manusia untuk usia 15 tahun ke atas seperti untuk traning, pendidikan, dan upaya pemeliharaan kesehatan remaja terutama kesehatan reproduksi dan penanggulangan perilaku tidak sehat seperti alkohol, narkoba, rokok dan seks bebas.
Untuk dapat memanfaatkan peluang adanya bonus demografi perlu dilakukan aksi sejak dini. Seluruh pihak, baik Pemerintah, swasta maupun masyarakat perlu terlibat dan berpartisipasi.
Misalnya, dalam hal penurunan fertilitas sebagai salah satu syarat mencapai peluang bonus demografi. Penurunan fertilitas ini tidak akan tercapai bila masyarakat tidak berpartisipasi dalam program Keluarga Berencana (KB). Jika tidak dilakukan aksi sejak sekarang, maka yang akan terjadi adalah door to disaster.
Jumlah penduduk produktif yang besar jika tidak diikuti dengan kualitas tinggi, maka berarti Indonesia akan memiliki penduduk besar tetapi tidak produktif.
Jika Pemerintah tidak menyediakan lapangan kerja atau peluang usaha yang kondusif, maka kondisi ini akan diikuti dengan jumlah pengangguran tinggi.

Pengangguran ini akan didominasi oleh penduduk muda dan terdidik yang dapat mendorong timbulnya social unrest dan peningkatan jumlah penduduk miskin. Untuk menghindari terjadinya door to disaster perlu dilakukan upaya keras dalam penurunan fertilitas, peningkatan kualitas penduduk, baik dari sisi kesehatan maupun pendidikan. Adanya employment creation dan job creation yang baik mampu mendorong percepatan perekonomian negara.


2.      PERANAN INDONESIA TERHADAP AFTA, ACFTA, MEA

I.                   PERANAN INDONESIA TERHADAP AFTA
Indonesia merupakan salah satu negara yang aktif menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain. Bergabung dalam berbagai organisasi Internasional, menciptakan citra Indonesia sebagai negara yang terbuka dan demokratis. ASEAN (Asssociation of the South east Asia Nation) atau Perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara merupakan salah satu bukti nyata keaktifan Indonesia di organisasi Internasional. Selain sebagai salah satu anggota aktif, Indonesia merupakan salah satu pencetus Organisasi yang didirikan di Bangkok tanggal 08 Agustus 1967 ini. Bersama Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand, Indonesia diwakili oleh Adam Malik memprakarsai organisasi Geopolitik dan ekonomi regional Asia Tenggara ini. Berbagai kebijakan dilakukan ASEAN dengan tujuan meningkatkan kerjasama antar negara anggota untuk kemajuan ekonomi, sosial,budaya,stabilitas hingga perdamaian yang dibahas dalam konferensi Tingkat Tinggi secara bertahap. Salah satu kebijakan yang akan segera terrealisasi dalam waktu dekat ini adalah penyelenggaraan perdagangan bebas tingkat ASEAN yang bertajuk AFTA.
AFTA adalah akronim dari Asean Free Trade Area, yakni suatu wujud kesepakatan yang dibuat oleh anggota negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional Asia Tenggara dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduk Asia Tenggara peserta AFTA. Sebenarnya isu AFTA telah mencuat sejak penyelenggaraan KTT ASEAN IV di Singapura tahun 1992. Namun baru akan direalisasikan tahun 2015 setelah CEO ASEAN Summit di Bali beberapa bulan lalu
AFTA tentu saja akan menjadi tantangan tersendiri bagi negara ini. Bagaikan Pisau tajam bermata ganda, AFTA akan menjadi keuntungan besar bagi negara yang siap. Sebaliknya akan menjadi ancaman bagi negara yang tidak kuat. Indonesia sebagai salah satu negara peserta tentu saja tak bisa berbalik badan untuk menghadapi AFTA. Walau melihat keadaan Indonesia yang kini tengah carut-marut tapi tetap Indonesia harus berusaha sebaik mungkin agar tak terjajah oleh penyelenggaraan AFTA nanti.
Sebagai salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Indonesia menguasai ASEAN dengan persentase 40% dari total penduduk ASEAN yang mencapai 500-an juta jiwa. Dengan dominasi penduduk, tentu saja membuka kesempatan lebih bagi negara kita untuk tampil sebagai penentu pasar. Indonesia akan menjadi konsumen terbanyak produksi pada AFTA nanti. Tetapi tentu saja ini hanya akan terjadi jika produksi negeri memang mampu bersaing dengan negara lain. Bercermin dengan keadaan saat ini, hampir semua teknologi yang digunakan masyarakat adalah impor dari negara China dan Jepang. Mulai dari perangkat Elektronik hingga otomotif negara kita menjadi ladang terbesar bagi produsen-produsen luar. Saat ini, negara-negara tersebut tentu saja masih melewati bea cukai hingga mendatangkan keuntungan kecil bagi negara dari ongkos. Lalu, saat AFTA benar-benar direalisasikan negara-negara tersebut akan menjajakan barangnya tanpa ongkos ke negara kita. Dengan kualitas yang baik dan harga yang terjangkau, produk negara-negara itu akan menggerogoti pasar Indonesia. Maka tak menutup kemungkinan produksi lokal akan tenggelam dan bahkan mati.
Hingga saat ini, Indonesia memang masih belum kokoh berdiri di kaki sendiri. Tak salah, teori yang mengatakan negara ini memiliki Sumber Daya Alam yang memadai, sayangnya tak terimbangi dengan Sumber Daya Manusia. Sehingga pengelolaan alam dikuasai oleh negara luar, sebut saja sektor pertambangan dan perminyakan yang masih dikelola oleh perusahaan luar seperti Freeport, Chevron, Exxoon hingga BP. Tak hanya itu, beberapa Badan Usaha Milik Negara masih belum dikuasai sepenuhnya oleh Indonesia. Bisa dibayangkan, jika nanti saat pasar perdagangan bebas terbuka saham-saham akan dibuka secara bebas hingga ada kemungkinan BUMN akan menjadi BUMA (Badan Usaha Milik Asing). Ini tentu saja akan menjadi hal tragis bagi negara ini.
Menganalisa data indeks daya saing Global Indonesia di mata dunia yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF), sebenarnya daya saing kita meningkat dari peringkat 50 di tahun 2012, kini menjadi peringkat 38. Untuk tingkat ASEAN, negara kita berada di posisi 5 di bawah Singapura (2), Malasya (24), Brunei Darussalam (26), Thailand (37). Keempat negara ini menjadi negara paling kuat di ASEAN. Lebih jauh lagi, dalam WEF diungkapkan beberapa permasalahan yang mengakibatkan indeks daya saing Indonesia kecil. Korupsi dan efisiensi Birokrasi pemerintahan menjadi hal utama yang menyebabkan kemerosotan daya saing Indonesia. Banyaknya kasus korupsi pejabat negara semenjak 2012-2014 tampaknya menjadi sorotan tajam yang juga mengindikasikan buruknya system birokrasi di negara kita. Selain itu infrastruktur yang berantakan,pelayanan publik, kebijakan tenaga kerja hingga pajak yang tidak efektif menjadi permasalahan yang kini dihadapi Indonesia.
Data yang ditunjukkan oleh WEF bisa jadi suatu acuan yang bisa digunakan dalam memperbaki system di Indonesia jika tidak ingin terpuruk dalam AFTA nantinya..Saat inilah pemerintah seharusnya merangkul dan mulai memberikan perlindungan produk-produk (safeguard) asli negeri yang diproduksi UKM.
Indonesia sebenarnya memiliki banyak orang pintar. Sayangnya karena remunerasi yang kecil di negara ini, memaksa mereka lebih memilih bekerja di luar negeri. Ini salah satu yang patut untuk diperbaiki pemerintah. Menarik kembali orang pintar tersebut bisa menjadi salah satu langkah menyelematkan Indonesia.
AFTA seharusnya menjadi peluang bagi Indonesia melebarkan sayap menuju negara maju. Ini saat yang tepat memperkenalkan produk-produk dalam negeri ke dunia Internasional tanpa harus melewati banyak seleksi atau hambatan. Selain itu ini menjadi kesempatan emas untuk membentuk aliansi dengan negara-negara lain di berbagai bidang untuk memajukan negeri. Tentunya dengan konsekuensi peningkatan mutu Tenaga kerja dan Produk. Pemerintah harus kerja keras membuat kebijakan untuk mampu mencapai target sebelum AFTA 2015. Tak ketinggalan para pelaku usaha juga harus serius dalam peningkatan kualitas produk agar memiliki nilai kompetitif yang tinggi. Jika berhasil di kancah ASEAN, maka akan besar kemungkinan meraih kemajuan di tingkat yang lebih luas.



II.                PERANAN INDONESIA TERHADAP ACFTA

ACFTA merupakan singkatan dari China-ASEAN Free Trade Area yang merupakan kawasan perdagangan bebas Tiongkok-ASEAN.  ACFTA mulai diberlakukan pada awal bulan Januari 2010, ini berarti  barang-barang antra negara di China dan ASEAN akan saling bebas masuk dengan pembebasan tarif hingga nol%.
ACFTA pertama kali sudah disepakati sejak November 2001 dalam KTT ASEAN ke-7 di Bandar Sri Begawan-Brunei Darussalam. Selanjutnya perjanjian dagang ACFTA ini ditandatangani menteri-menteri negara Asean dan China pada 2004. ACFTA ini dimaksudkan agar tidak ada hambatan dalam proses perdagangan antara negara-negara ASEAN dan China.
Namun banyak persepsi dan kontroversi dengan adanya ACFTA ini, terutama bagi pihak Indonesia sendiri. karena dengan adanya persetujuan perdagangan bebas antara China dan ASEAN maka akan menimbulkan kecemasan bagi industri dalam negeri. Mereka harus lebih kreatif dan inovatif agar dapat bersaing dengan produk-produk dari China. Sedangkan menurut ketua LP3E (Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi) Kadin Faisal Basri menyatakan bahwa ACFTA relatif tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2010. Faisal Basri juga mengatakan bahwa sebelum memutuskan kebijakan pajak masuk 0 persen untuk China, pemerintah telah melakukan negoisasi tukar-menukar keuntungan, sebagai contoh Indonesia memberikan 0 persen untuk cabe dan ditukar dengan kakao 0 persen untuk masuk ke China.
ACFTA memang tidak dapat dihindari, karena Indonesia harus tetap menghadapi ACFTA. Namun yang terpenting adalah bagaimana mempersiapkan industri Indonesia agar memiliki daya saing menghadapi negara lain.
Dalam menanggulangi dampak ACFTA saat ini di bidang agroindustri khususnya maka diperlukan adanya strategi yang harus dilakukan oleh pemerintah. Karena Indonesia sendiri masih dapat menyuplai kebutuhan akan agroindustrinya sendiri dari dalam negeri. Dengan adanya solusi strategi yang dilakukan pemerintah, maka akan melindungi para pengusaha dalam negeri untuk bersaing dengan pengusaha luar dalam bidang agroindustri. Indonesia sebagai negara agraris seharusnya bisa mengunggulkan produk agribisnis di dalam negeri, maka diperlukan strategi dan solusi dari pemerintah. Solusi dan strategi ini tentunya berhubungan dengan bagaimana kinerja pemerintah sendiri dalam memberlakukan strategi menanggulangi dampak ACFTA. Kinerja pemerintah tentunya berhubungan langsung dengan bagaimana pemerintah memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Karena dalam pemberian pelayanan publik yang baik juga berpengaruh terhadap dukungan yang diberikan masyarakat kepada pemerintah dalam strategi penanggulangan dampak ACFTA.
Tentunya bila dibicarakan dalam ranah administrasi negara, akan berhubungan langsung dengan bagaimana pemerintah itu sendiri memberikan pelayanan kepada publik. Dalam penanggulangan dampak ACFTA, pemerintah seharusnya terpacu lebih spesifik di dalam memberikan pelayanan publik. Antara lain melakukan reformasi birokrasi yang sebagaimana bentuknya adalah mereformasi lembaga-lembaga pemerintahan untuk memperbaiki pelayanan publik serta menghilangkan pungutan liar yang membuat ekonomi biaya tinggi. Kedua adalah mempercepat perbaikan infra struktur jalan, menumbuhkembangkan sektor riil dan mengkampayekan kecintaan pada produk dalam negeri di semua kalangan merupakan solusi lain yang sama pentingnya untuk pemerintah. Ketiga, menerapkan aturan non tarif dengan standar ketat dan keempat adalah menerapkan aturan agar produk-produk pangan yang masuk harus sesuai dengan negara kita
Keempat strategi dalam manajemen publik diatas dapat dijadikan masukan bagi pemerintah untuk lebih serius dalam menangani dampak ACFTA. Karena dampak ACFTA sendiri sangat meluas dalam kehidupan masyarakat karena secara perlahan menyentuh sendi-sendi kehidupan. Untuk itu pemerintah harus tanggap dan membuat strategi yang mengena pada seluruh bidang yang menyangkut kehidupan masyarakat yang bisa terkena oleh dampak adanya ACFTA.

III.             PERANAN INDONESIA TERHADAP MEA

Masyakarat Ekonomi ASEAN ( MEA) atau pasar bebas ASEAN mulai berlaku pada tahun 2015 mendatang. Artinya tidak lama lagi kita bangsa Indonesia akan  memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dimana MEA ini mengintegrasikan seluruh negara-negara Asia Tenggara dalam berbagai bidang terutama di bidang ekonomi. Misalnya, mulai dari bidang ketenagakerjaan, investasi, produk, modal, investasi hingga jasa. Ada beberapa keuntungan bagi negara yang sudah siap menyongsog MEA ini, antara lain adalah meningkatkan kompetitif dalam persaingan ekonomi antar negara, serta meratakan pertumbuhan ekonomi antara negara Asia Tenggara.
Konsep dari MEA tersebut digagas oleh negara-negara Asia Tenggara dengan berdasarkan pada ASEAN Economic Blueprint atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yakni pertemuan puncak antara pemimpin-pemimpin negara anggota ASEAN dalam hubungannya terhadap pengembangan ekonomi dan budaya antar negara-negara Asia Tenggara. MEA ini tercetus dalam KTT ke-14 dimana hasil penandatanganan persetujuan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru. Tujuannya adalah  meratakan pertumbuhan ekonomi di setiap negara-negara Asia Tenggara. Dengan kata lain menghilangkan kesenjangan ekonomi. Ibarat “Kran air yang selama ini tertutup dan sulit ditembus, kini dibuka selebar-lebarnya”.
Sejumlah pakar dan pengamat ekonomi optimistis bahwa Indonesia mampu menghadapi Masyarakat ekonomi ASEAN. Disela-sela peluncuran buku "Perdagangan Bebas Dalam Perspektif Hukum Perdagangan Internasional" dan dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (15/7/2014) Serian Wijatno dan Dr Ariawan Gunadi, SH, MH. mengungkapkan bahwa Indonesia dapat menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN dengan strateginya sebagai berikut:
a.       Memanfaatkan hambatan perdagangan untuk mengerem banjirnya produk dan jasa asing
b.      Menciptakan sumber daya pengusaha yang kompeten melalui pendidikan dan pelatihan
c.       Membentuk  forum sengketa perjanjian perdagangan bebas dengan prosedur yang sederhana dan jelas sehingga kepastian hukum.

Sedangkan menurut Latif Adam, pengamat ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Diangkatnya Chairul Tanjung (CT) menjadi Menko Perekonomian, menggantikan Hatta Rajasa, bisa jadi merupakan angin segar bagi Indonesia untuk kembali concern untuk mempersiapkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). setidaknya Chairul Tanjung (CT) dapat mengawal proses persiapan konsolidasi perbankan yang ada. Proses persiapan itulah yang harus memenuhi syarat-syarat, sehingga menghasilkan suatu kebijakan publik. Dimana konsolidasi perbankan nasional sudah tidak dapat dihindari lagi. Kebijakan tersebut menjadi mutlak dalam menghadapi MEA. Jika tidak Indonesia mempersiapkan mulai dari sekarang, imbasnya akan terasa pada saat MEA nanti. Perbankan nasional akan kalah bersaing dengan perbangkan asing. Harapan kita  semoga pemerintah yang baru dapat mewujudkan konsolidasi perbankan nasional.
Salah satu aspek penting yang perlu disiapkan dengan cepat bangsa ini adalah SDM yang kompeten. Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Para tenaga kerja dari negara MEA yang memiliki kompetensi kerja yang lebih tinggi, tentunya akan memiliki kesempatan lebih luas untuk mendapatkan keuntungan ekonomi di dalam MEA. Dengan demikian, kita harus berusaha dengan sunguh-sunguh untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, khususnya di kawasan ASEAN. Meningkatkan kualitas SDM harus diarahkan pada penguasaan iptek untuk menopang kegiatan ekonomi agar lebih kompetitif. Pemenuhan SDM yang berkualitas dan unggul karena menguasai iptek, akan berpengaruh terhadap struktur industri di masa depan. Dan apabila sasaran di atas bisa dipenuhi, akan semakin kuat basis industri yang sedang dibangun dan dikembangkan di Indonesia, yang pada gilirannya akan mendorong transformasi struktur ekonomi secara lebih cepat.
Namun salah satu senjata utama yang kita punya untuk memenangkan persaingan MEA ini adalah generasi muda bangsa Indonesia. Pemerintah Indonesia akan fokus untuk memoles generasi muda bangsa ini. Daya saing harus ditingkatkan, menciptakan lebih banyak tenaga kerja yang ahli (skilled labor), berikan perhatian lebih pada generasi muda yang mempunyai potensi besar namun kekurangan dalam segi ekonomi. Salah satu solusinya tarik semua sumber daya manusia yang bekerja diluar negeri dan berikan posisi strategis di industri maupun pemerintahan Indonesia dan berikan bantuan ekonomi pada generasi muda yang memiliki potensi, agar mampu dan terus kreatif.
Harus menjadi perhatian kita semua masyarakat indonesia, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan berlaku tahun depan. Indonesia sebagai salah satu anggota tentunya harus ikut mempersiapkan segalanya, karena yang terpenting adalah bagaimana negara kita sendiri bisa siap bersaing atau tidak dengan negara ASEAN lainnya. Indonesia tidak bisa menunda lagi proses konsolidasi perbankan. Pasalnya hal itu sudah dilakukan negara lain dalam 5 tahun terakhir dalam menghadapi MEA. Sejumlah bankir menyatakan, sepakat soal pentingnya konsolidasi perbankan di Tanah Air khususnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015.Agar pasca pelaksanaan MEA 2015, pasar dalam negeri tidak diserbu produk-produk negara-negara ASEAN lainnya, pemerintah perlu mendorong masyarakat Indonesia untuk menggunakan produk dalam negeri, dengan penerapan program cinta produk dalam negeri secatra konsisten dan serius, sehingga industri manufaktur dan industri kreatif dalam negeri terus bertumbuh dan tetap terkendali dari serbuan produk-produk impor dari negara-negara ASEAN lainnya.

IV.             TUJUAN DAN DAMPAK AFTA, ACFTA, MEA

A.    TUJUAN DAN DAMPAK AFTA
AFTA ASEAN-China adalah bentuk dari kerjasama perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN dan China yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tariff (bea masuk 0 – 5 %) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN dan Cnina.
AFTA ASEAN-China terbentuk karena adanya kerjasama perdagangan antara China dan Negara anggaota ASEAN. Dan pada awalnya AFTA sendiri disepakati pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapura, yang terdiri dari enam negara yang menyepakati AFTA, yaitu: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung dalam AFTA tahun 1995, sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997, kemudian Kamboja pada tahun 1999. Dan sekarang lebih luas di tambah dengan satu negara lagi yaitu China.
Tujuan AFTA ASEAN-China
Beberapa tujuan diadakannya AFTA ASEAN-China adalah sebagai berikut:
1.      Menjadikan kawasan ASEAN-China sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN-China memiliki daya saing kuat di pasar global.
2.      Menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).
3.      Meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN dan China (intra-ASEAN Trade and China).

Dampak AFTA ASEAN-CHINA :
Perusahaan-perusahaan besar yang kini bermarkas di Indonesia sebagian besar dipimpin oleh warga asing. Mereka inilah yang pada akhirnya akan tetap kokoh dengan modal yang besar mampu bersaing dengan negara-negara ASEAN. Sebaliknya UKM-UKM Indonesia akan gulung tikar karena tidak didukung oleh modal yang memadai. Dengan demikian, AFTA bisa jadi akan memangkas pengusaha-pengusaha kecil dan menyebabkan pengangguran besar-besaran.

A.    TUJUAN DAN DAMPAK ACFTA
Tujuan ACFTA memang untuk meningkatkan nilai perdagangan antarnegara. Namun, yang terjadi di Indonesia setelah berlakunya ACFTA, adalah kita tidak mampu bersaing dengan produk luar, produk ASEAN terlebih lagi produk China. Indonesia dalam berbagai perjanjian perdagangan bebas hanya dijadikan pasar oleh negara-negara lainnya karena jumlah penduduknya yang banyak
Dan kualitas produk lokalnya yang relative rendah.
ACFTA  merupakan bentuk dari kerjasama perdagangan bebas kawasan regional ternyata tidak serta merta memberikan dampak yang positif bagi semua sektor komoditas. Perdagangan sektor pertanian Indonesia dengan Cina diketahui surplus yang diperoleh negara Indonesia lebih didominasi oleh perkebunan. Sedangkan untuk komoditas Hortikultura Indonesia hanya mengalami keuntungan yang lebih kecil dikarenakan hanya sebagian kecil produk tersebut yang mengalami permintaan perluasan pangsa pasar ke Cina. Berbarengan dengan itu, produk Hortikultura dari Cina terus membanjiri pasar lokal Indonesia. Akibatnya tentu saja berdampak negatif/buruk bagi petani dan pihak yang terkait pada komoditas hortikultura lokal. Karena produk meraka harus bersaing dengan produk dari Cina yang membanjiri pasar domestik dengan harga yang murah di-bandingkan dengan produk lokal. Di samping itu, ACFTA merupakan bentuk kerjasama dagang di era globalisasi yang secara sadar atau tidak membawa kita pada situasi ekonomi neoliberal akibat dari perdagangan tanpa hambatan.

Dampak dari kesepakatan ACFTA memiliki sifat yang ganda, yakni berdampak positif bagi produsen yang kompetitif dengan terbukanya perluasan pasar ke Cina dan bagi konsumen karena dapat menjangkau produk Cina dengan harga yang murah. Sedangkan dampak negatifnya yaitu dengan adanya penurunan pangsa pasar produsen lokal, khususnya Hortikultura akibat bertambahnya volume impor produk tersebut dari negara Cina. Sehingga yang kuat akan semakin kuat mendominasi dan yang lemah akan semakin tertindas akibat dari persaingan pasar bebas tersebut. Petani Hortikultura kita sesungguhnya belum siap dihadapkan pada situasi ini. Pertanian Indonesia di abad 21 harus lebih modern, efisien, dan berdaya saing, khususnya sektor Hortikultura. Jika situasi saat ini terus berlanjut tanpa adanya pembenahan dikwatirkan Indonesia akan ketergantungan terhadap impor Hortikultura Cina. Tentunya akan berdampak buruk bagi pembangunan perekonomian petani. Karena Indonesia merupakan Negara agraris dan mengingat banyaknya penduduk yang menggantungkan hidupnya sebagai petani, khususnya hortikultura. Dengan demikian akan terjadi ketimpangan dan kesenjangan di antara pihak yang diuntungkan dengan pihak yang merasa dirugikan akibat dari kesepakatan ekonomi politik negara yang disepakati pemerintah.
Dengan adanya ACFTA cita-cita Indonesia untuk meraih ketahanan pangan justru semakin sulit. Perdagangan bebas seperti ini cenderung merugikan petani dalam negeri terutama dalam masalah persaingan harga. Dengan kalah saingnya produk pertanian kita dibanding produk luar, mengakibatkan turunnya minat di pertanian sehingga produksi lokal pun menurun. Hal ini  mengakibatkan ketergantungan yang lebih jauh terhadap barang impor.

B.     TUJUAN DAN DAMPAK MEA
Tujuan dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk meningkatkan stabilitas  perekonomian dikawasan ASEAN, serta diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antar negara ASEAN.
ASEAN merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja.
Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan daya saing ASEAN serta bisa menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing. Modal asing dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga ASEAN.
Pada KTT selanjutnya yang berlangsung di Bali Oktober 2003, petinggi ASEAN mendeklarasikan bahwa pembentukan MEA pada tahun 2015.
Ada beberapa dampak dari konsekuensi MEA, yakni dampak aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi, dampak arus tenaga kerja terampil, dan dampak arus bebas modal.

4.      TINGKAT DAYA SAING INDONESIA TERHADAP PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Dalam menghadapi kancah ekonomi global terutama Negara Indonesia dan Negara-negara Asia tenggara lainnya, telah beradu kemampuan menunjukan kelihaian dan kelincahannya dalam menanggapi segala isu-isu dunia yang sedang mendunia untuk diputarbalikan. Semua Negara mencoba agar mampu bersaing secara sehat untuk menonjolkan apa yang dimilikinya serta mencoba memiliki apa yang bangsa lain juga miliki. Negara Indonesia dalam perkembangannya telah memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan dan cepat dalam beberapa dekade ini.
Dalam sebuah studi World Economic Forum atau yang disingkat WEF yang bertempat di Geneva, Swiss tahun 2004 lalu, menyebutkan daya saing bangsa Indonesia berada pada urutan 69 dari 104 negara yang diteliti. Badan ini menilai dan melihat kategori bangsa-bangsa dunia dengan mengacu pada aspek makro dan mikro yang sedang berkembang dalam Negara tersebut. Secara makro atau secara garis besar melihat pada kekondusifan kondisi ekomomi Negara itu, buruk atau baiknya kualitas kelembagaan publiknya dalam bertugas baik itu lembaga profit maupun non-profit, serta kuat atau lemahnya kebudayaan pengembangan teknologi Negara yang bersangkutan. Sedangkan dari segi aktivitas mikronya, badan ini menilai dari aspek seperti tinggi atau rendahnya keefisiensiaan usaha pada tingkat operasionalisasi perusahaan  dan kuat atau lemahnya pengaruh iklim persaingan dalam usaha.
Daya saing dalam pengertian WEF ini adalh daya saing suatu Negara/ekonomi, bukan daya saing sutu produk. Tentu daya saing yang tinggi dari suatu Negara akan sangat membantu daya saing dari produk-produk yang ditawarkan Negara tersebut. Namun demikian, daya saing suatu produk juga ditentukan oleh sejumlah faktor baik internal seperti nilai tukar (walaupun nilai tukar tidak sepenuhnya internal), tingkat sutu bunga yang mempengaruhi biaya produk/investasi, produktivitas, dan lain-lain. Faktor eksternal seperti struktur pasar global, perkonomian global, dan lain-lain. WEF ini umumnya melakukan survei pengusaha/perusahaan dari segala skala usaha, baik itu skala kecil, menengah, dan besar hampir di semua sektor kunci di Indonesia. Surveinya ini disebut dengan opinion survey, yang artinya opini dari pengusaha/pemilik/manajer/direktur maupun CEO dari perusahaan mengenai pelbagai aspek penting yang menentukan daya saing sebuah Negara di lingkungan global.
Pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia pun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2012 kemarin pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,2 persen. Persentase ini tergolong persentase pertumbuhan ekonomi yang tinggi bila dibandingkan dengan Negara-negara di dunia lainnya. WEF menilai Negara Indonesia telah berhasil memperbaiki faktor infrastruktur.  Indonesia diketahui telah mengeluarkan dana infrastruktur dalam jumlah besar untuk memperbaiki jalan, pelabuhan, fasilitas air bersih, dan pembangkit listrik. Kita masih menduduki peringkat kedua tertinggi setelah China di tengah koreksi pertumbuhan ekonomi Negara-negara di dunia, seperti yang dilansir oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa. Dan bahkan menurut World Bank Top 40 Countries by GDP menempatkan Negara Indonesia di urutan ke-16 untuk kategori Negara dengan perekonomian terbesar. Peringkat ini mengalahkan Negara tetangga Malaysia yang berada pada posisi ke-36 untuk kategori yang sama. Tak beda jauh dengan Malaysia, Hongkong yang terkenal dengan harga propertinya yang selangit hanya mampu berada di peringkat ke-38.
Bahkan dalam laporan Global Competitive Report 2013 oleh WEF, Negara Indonesia menempati urutan ke-38 dari 148 negara untuk daya saing industri logistik.  Dan juga dalam laporan semi-tahunan Bank Dunia menyebutkan Indonesia Trading Economics pada tahun 2013 menempati urutan 61 dari 165 negara. Hal ini memberikan bukti yang jelas bahwa Indonesia telah mengalami pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang begitu signifikan. Pertumbuhan yang tidak kalah bila dibandingkan dengan Negara-negara maju lainnya.
Bukan hanya itu Forum Ekonomi Dunia juga menyebutkan Indonesia menempati peringkat ke-70 Indeks Daya Saing Perjalanan Wisata (TTCI) dari 140 negara yang disurvei. Yang mana sebelmunya Indonesia menempati peringkat ke-74 pada tahun 2011, dan peringkat ke-81 pada tahun 2009. Hal ini didukung oleh kekayaan dan keanekaragaman biodiversity yang dimiliki oleh Negara kita sebagai Negara yang diapit oleh dua benua dan dilalui oleh dua samudera. Ini terkait dengan peningkatan kualitas daya tarik wisata alam dan budaya yang difokuskan pada 29 daya tarik wisata Indonesia. Yakni, Pulau Weh (Sabang), Nias, Toba, Mentawai (Siberut), Pulau Abang, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Kota Tua Jakarta, Pangandaran, Karimunjawa, Candi Borobudur, Dieng, Merapi-Sleman, Bromo-Tengger-Semeru, Batur, Rinjani, Tambora, Komodo, Kelimutu, Sentarum, Tanjung Putting, Derawan, Toraja, Togean, Tomini, Bunaken, Wakatobi, Bandaneira, dan Raja Ampat serta tentunya pulau Bali

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya perdagangan internasioal suatu Negara dapat memenuhi kebutuhan akan produk-produk yang tidak diproduksi dalam negri dan dapat mengefisiensi biaya produksi dalam negri.
Selain itu dengan adanya perdagangan internasional suatu Negara dapat memperluas pasar atau menambah pasar dan memungkin untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara manajemen yang modern.

DAFTAR PUSTAKA