NAMA : GRIESNANDIAZ INTAN PURNAMA
NPM : 24214616
KELAS : 2EB37
Contoh Kasus Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
A. Kasus PT Carrefour dengan KPPU
Seiring dengan perkembangan, persaingan
usaha, khususnya pada bidang ritel diantara pelaku usaha semakin keras. Untuk
mengantisipasinya, Pemerintah dan DPR menerbitkan Undang Undang No. 5 Tahun
1999 tentang praktek Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan
hadirnya undang - undang tersebut dan lembaga yang mengawasi pelaksanaannya,
yaitu KPPU, diharapkan para pelaku usaha dapat bersaing secara sehat sehingga
seluruh kegiatan ekonomi dapat berlangsung lebih efisien dan memberi manfaat
bagi konsumen.
Di dalam kenyataan yang terjadi,
penegakan hukum UU praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini masih
lemah. Dan kelemahan tersebut "dimanfaatkan" oleh pihak Carrefour
Indonesia untuk melakukan ekspansi bisnis dengan mengakuisisi PT Alfa
Retailindo Tbk. Dengan mengakuisisi 75% saham PT Alfa Retailindo Tbk dari Prime
Horizon Pte Ltd dan PT Sigmantara Alfindo. Berdasarkan laporan yang masuk ke
KPPU, pangsa pasar Carrefour untuk sektor ritel dinilai telah melebihi batas yang
dianggap wajar sehingga berpotensi menimbulkan persaingan usaha yang tidak
sehat.
Dari latar belakang di atas dapat
ditarik suatu permasalahan sebagai berikut : Sejauh mana PT Carrefour
melanggar Undang Undang No. 5 Tahun 1999, sanksi apa yang telah
diberikan untuk pelanggaran tersebut, dan apa yang seharusnya dilakukan oleh
pemerintah dalam menangani kasus tersebut ?
Kasus PT Carrefour
sebagai Pelanggaran Undang Undang No. 5 Tahun 1999. Salah
satu aksi perusahaan yang cukup sering dilakukan adalah pengambil alihan atau
akuisisi. Dalam UU No. 40/3007 tentang perseroan terbatas disebutkan bahwa
hanya saham yang dapat diambila alih. Jadi, asset dan yang lainnya tidak dapat
di akuisisi.
Akuisisi biasanya menjadi salah
satu jalan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan. Dalam bahas
inggrisnya dikenal dengan istilah acquisition atau take over. Pengertian acquisition atau take
over adalah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh
suatu perusahaan lain. Istilah Take Over sendiri memiliki 2 ungkapan:
1. Friendly take over (akuisisi biasa)
2. Hostilr take over (akuisisi yang bersifat
"mencaplok"), Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara
membeli saham dari perusahaan tersebut.
Esensi dari akuisisi adalah
praktek jual beli. Dimana perusahaan pengakuisisi akan menerima hak atas saham
dan perusahaan terakuisisi akan menerima hak atas sejumlah uang harga saham
tersebut. menurut pasal 125 ayat (2) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang menjelaskan bahwa pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan
hukum atau orang perseorangan. Jika pengambilalihan dilakukan oleh
perseorangan, maka keputusan akuisisi harus mendapat persetujuan dari RUPS. Dan
pasal yang sama ayat 7 menyebutkan pengambilalihan saham perseroan lain
langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan
pengambilalihan, tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan
oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap
memperhatikan anggaraan dasar perseroan yang diambil alih.
Dalam mengakuisisi perusahaan yang
akan mengambilalih harus memperhatikan kepentingan dari pihak yang terkait yang
disebutkan dalam UU No. 40 tahun 2007, yaitu Perseroan, Pemegang Saham
Minoritas, Karyawan Perseroan, Kreditor, Mitra Usaha lainnya dari Perseroan,
masyarakat serta persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Dalam sidang KPPU tanggal 4
November 2009, Majelis Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU No.5/1999 tentang
larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pasal 17 UU
No.5/1999, yang memuat ketentuan mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk
melakukan penguasaan pasar, sedangkan Pasal 25(1) UU No.5/1999 memuat ketentuan
terkait dengan posisi dominan.
Majelis Komisii menyebutkan
berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh selama pemeriksaan perusahaan itu
pangsa pasar perusahaan ritel itu meningkat menjadi 57,99% (2008) pasca
mengakuisisi Alfa Retailindo. Pada 2007, pangsa pasar perusahaan ini sebesar
46,30%. Sehingga secara hukum memenuhi kualifikasi menguasai pasar dan
mempunyai posisi dominan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 2 UU
No. 5 Tahun 1999.
Berdasarkan pemeriksaan, menurut
Majelis KPPU, penguasaan pasar dan posisi dominan ini disalahgunakan kepada
para pemasok dengan meningkatkan dan memaksakan potongan- potongan harga
pembelian barang - barang pemasok melalui skema trading terms. Pasca
akuisisi Alfa Retailindo, sambungnya, potongan trading terms kepada pemasok
meningkat dalam kisaran 13%-20%. Pemasok, menurut majelis komisi, tidak berdaya
menolak kenaikan tersebut karna nilai penjualan pemasok di Carrefour cukup
Signifikan.
Kesimpulannya :
Pelanggarab
etika bisnis dapat melemahkan daya siang hasil industri dipasar internasional.
Ini bisa terjadi sikap para pengusaha kita. Kecendrungan makin banyaknya pelanggaran
etika bisnis membuat keprihatinan banyak pihak. Pengabaian etika bisnis
dirasakan akan membawa kerugian tidak saja buat masyarakat, tetapi juga bagi
tatanan ekonomi nasional. Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak
memperhatikan etika bisnis akan menghancurkan nama mereka sendiri dan negara.
B. Kasus PT
PLN
PT. Perusahaan Listrik
Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan
listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya
perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah
seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan
mendistribusikannya secara merata.
Usaha PT. PLN termasuk
ke dalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan
penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang
dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka
kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945
menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa
monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33
mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama
yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan
mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi
pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari
kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk
kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan
pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas
kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Contoh kasus monopoli
yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
1. Fungsi PT. PLN sebagai
pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan
berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk
distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27
Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General
Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui
& Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan
masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar
masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
2. Krisis listrik
memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman
listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya,
selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam
operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua
industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri
yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat
defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara
pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung
Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi
juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU
Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli
kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT.
PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi
kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya
daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi
pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini
menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi
enggan untuk berinvestasi.
Kesimpulan :
Dari pembahasan dapat
disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan
tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN
ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Referensi :